Monday, August 1, 2011

SahuR

Saya terbangun oleh dering telepon genggam yang sudah diatur malam tadi. Dingin langsung menyergap begitu mata terbuka benar. Rasanya ingin tidur barang sebentar lagi. Tapi saya tahu kalau itu saya lakukan saya bisa bablas sampai matahari tepat di atas kepala. Maka dengan masih mengantuk dan berbalut selimut, saya bergerak dari kasur. Mencuci muka dan kumur kumur adalah yang pertama terlintas di kepala saya. Tapi, ada ketukan dari ibu kost di pintu kamar saya.
“Ci udah bangun?”, sapa bu kost.
“Udah , Bu”, jawab saya.
“Ada lauk ga buat sahur? Nih ada sedikit..”, tambah bu kost. Yang saya jawab dengan “mau bikin indomie rebus” padahal lauk pagi ini rendang yang diberikan ibu kost dua hari lalu setelah pengajian di rumahnya.
Setelah menerima sedikit lauk, yang akhirnya saya ketahui sebagai tempe mendoan, dan sudah berakhir di mangkok nasi saya, ibu kost datang lagi.
“Nih buat tambahan. Ga perlu masak mie..”, ucapnya sambil menyodorkan semangkuk kecil sayur bening. Maka sahur pertama saya diisi dengan menu semangkok nasi yang tak lagi hangat, sepotong daging rendang, tiga potong mendoan, dan semangkuk sayur bening.
Itu cerita saya pagi ini. Pagi di sahur pertama tahun ini, yang harus lagi saya lewati sendiri, jauh dari rumah dan mama. Saya mencoba memutar kembali ingatan saya ke tahun tahun sebelumnya. Tapi yang membekas hanya sahur sewaktu saya masih sekolah menengah di rumah. Sahur yang tak mengharuskan saya kerepotan akan segala persiapannya karena mama selalu bangun lebih dahulu dan mempersiapkan semua hal sebelum membangunkan saya beserta kakak. Walaupun harus puas hanya dengan indomie rebus dan telur, sahur pertama yang dihadiri semua saudara terasa begitu hangat bagi saya.
Rasanya saya juga rindu oleh suara suara garin di mesjid yang membangunkan seisi kampong untuk sahur. Diawali dengan sirine panjang lalu ditambah panggilan “Sahur” berulang kali hingga limabelas menit sebelum imsak. Biasanya juga ada anak anak yang berkonvoi, membunyikan perkakas yang bisa membangunkan warga. Sambil berseru “sahur..sahur”.
Ah, betapa saya rindu dengan hal hal yang (mungkin) kecil seperti itu. Rindu pada kebersamaan keluarga kecil kami. Rindu pada suara suara yang begitu akrab di telinga yang takbisa saya dapatkan pagi ini. Rindu pada sahur yang hangat, di sahur pertama.